Thursday 20 August 2009

Pesona Desa Wisata




Sebuah daerah wisata ibarat magnet yang mampu menyedot orang-orang untuk datang menikmati panorama. Magnet yang juga telah menyebabkan lingkungan sekitarnya bernafas, tumbuh dan berkembang. Termasuk desa-desa di sekitaran Candi Borobudur di Magelang Selatan, Jawa Tengah.

SAATNYA kita untuk berhenti sejenak dari rutinitas kerja. Jalan-jalan ke Candi Borobudur boleh jadi pilihan. Sebuah nuansa keindahan ruang dimensi mandala tertata apik seiring dengan keberadan Candi Borobudur.

Sempatkanlah merasakan transportasi tradisional di daerah ini yang disebut andong. Andong sudah sa­ngat dikenal masyarakat Indonesia karena sudah ada sejak dahulu kala. Kereta dengan dua roda yang ditarik dengan seekor kuda dengan pengendali yang disebut “kusir” ini sangat khas di daerah wisata ini.

Berkeliling naik andong selama 2-3 jam akan mengantarkan kita kepada panorama luar Candi Borobudur dengan desa-desa di sekitarnya yang masih natural. Kehidupan sosial masyarakat yang masih tradi­sional menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang luar pulau Jawa.

Dimulai dengan berjalan kurang lebih satu kilometer dari arah Timur Candi Borobudur, disana kita akan melihat candi yang berukuran kecil yang bernama Candi Pawon. Candi Pawon merupakan pintu gerbang masuk kawasan Desa Wisata Wanurejo maupun pintu gerbang Candi Borobudur. Barangkali karena ukurannya yang kecil dan bentuknya yang menyerupai dapur (pawon dalam bahasa Jawa berarti dapur- red ), candi itu diberi nama Pawon. Bangunan suci itu ada dalam Prasasti Karang Tengah 824 Masehi. Ada yang menarik di sini. Bila Candi Pawon ditarik dengan garis lintang, maka akan terlihat bahwa candi ini terletak segaris dengan Candi Mendut dan Candi Borobudur yang berada di tengah – tengahnya.

Usai berkeliling dan melihat-lihat Candi Pawon yang indah, saya kembali menumpang andong. Kegiatan warga sekitar mulai dari membajak sawah sampai mengerjakan kegiatan seni seperti pembuatan souvenir dengan bahan baku bambu, kriya kayu, fiber sampai gerabah sangat menarik perhatian. Berbagai macam makanan khas tradisional seperti gudeg, dan lainnya dapat dinikmati di sini.

Desa Wisata Wanurejo terbagi atas delapan dusun, yaitu Tingal, Barepan, Brojonalan, Jowahan, Gedongan, Bejen, Ngentak dan Soropadan. Di dusun Jowahan terdapat banguanan kuno, berupa rumah peninggalan bersejarah Belanda. Di sini, kita dapat melihat keunikan bangunan dan kekhasan konstruksi rumah di tengah suasana dan panorama pedesaan yang melekat kuat. Peninggalan bersejarah lainnya misalnya genderang perang milik Pangeran Diponegoro. Benda ini sampai sekarang masih tersimpan di dusun Tingal.

Untuk wisata pola kehidupan masyarakat, kegiatan warga dusun yang membuat gula Jawa atau yang sering disebut gula merah juga bisa jadi tontonan. Daerah ini dikenal sebagai daerah penghasil gula Jawa yang dibawa hingga ke luar kota.

Sementara untuk kesenian daerah, beberapa atraksi misalnya kuda lumping, topeng ireng, kobro siswa, campur, warokan masih dapat disaksikan di setiap dusun. Seperti yang baru-baru ini digelar di Desa Wisata Wanurejo. Gawe ( hajatan) berupa Gelar Budaya Wanurejo diadakan untuk memamerkan berbagai jenis atraksi budaya yang dimiliki Wanurejo, kawasan yang berada di luar Candi Borobudur. Gelar budaya ini dilakukan setiap bulan Mei setiap tahunnya. Hari yang dipilih, tiga hari sebelum hari raya umat Budha, Waisak. Ini jadi salah satu faktor menarik bagi wisatawan. Karena selain bisa mengeksplor wisata Candi Borobudur, para pengunjung bisa menikmati atraksi di luar candi yang merupakan salah satu keajaiban dunia tersebut. Di sini, masyarakat bahu–membahu, unjuk gigi untuk memajukan wisata desa di luar kawasan Candi Borobudur. Event ini dimulai dengan kirab budaya (karnawal).

Begitu antusiasnya masyarakat desa di sekitar Candi Borobudur mengangkat potensi daerah mereka. Selama enam kali, bahkan desa ini sudah mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Dimulai dengan rekor atas pembuatan Tempe Terbesar pada tahun 2003 yang dibuat oleh masyarakat Dusun Bejen, lalu kreasi Kerai Bambu- hiasan dari bahan bambu dengan ukuran Super besar pada tahun 2004 oleh Dusun Gedongan, Kuda Lumping Terbesar- kuda kepang yang terbuat dari anyaman bambu dengan ukuran yang besar pada tahun 2005 oleh Dusun Tingal. Masih dari Dusun Tingal, juga ada Topeng Penthul Tembem, karya penduduk desa yang bahan bakunya berasal dari kayu yang merka buat pada tahun 2006. Lalu Kursi Goyang Terbesar yang dibuat pada tahun 2007. Hasil kreasi yang tidak kalah hebatnya juga diciptakan Desa Tingal yang membuat icir ataupun alat penangkap ikan tradisional dengan ukuran sangat besar, panjang sekitar 8 meter dan diameter 3 meter. Icir raksasa diciptakan oleh masyarakat Dusun Bejen.

Icir saat ini masih di pergunakan warga desa Wanurejo dan sekitarnya untuk menangkap ikan. Icir raksasa yang mendapat rekor MURI tersebut mengunakan bahan baku bambu yang menghabiskan sekitar 20 batang pohon bambu dan dikerjakan oleh lima orang pekerja.

Gelar Budaya Wanurejo menyuguhkan banyak cerita menarik yang bisa membuat para pengunjung semakin mencintai daerah-daerah di Indonesia. Pasalnya, begitu banyak kesenian tradisional yang memberikan sesuatu yang baru yang tidak pernah dilihat sebelumnya. Berbagai kerajinan tradisional hingga makanan khas masyarakat di sekitar Borobudur juga menjadi daya tarik tersendiri.

Desa Wisata Wanurejo semakin banyak dikunjungi saat ini. Bahkan oleh para wisatawan asing dari ber­bagai Negara. Gelar Budaya Wanurejo yang baru berlalu kemarin telah menyedot turis mancanegara se­perti Belanda, Jepang, New York, Jerman, Spanyol, Perancis, Australia dan lainnya.

Untuk anda yang suka berpelesir, wisata Borobudur dan desa-desa di sekitarnya sepertinya sangat sa­yang untuk dilewatkan. Pesona alam dan budaya tradisinya ibarat obat mujarab yang mampu mengobati kerinduan akan keasrian suasana pedesaan dan keramahtamahan masyarakat desa yang bisa menjadi sumber inspirasi dalam kehidupan.

No comments:

Post a Comment